JAKARTA, sdkcards.com – Pada Minggu, 7 September 2025, jalanan ibu kota Belgia, Brussel, dipadati oleh sekitar 70.000 demonstran yang menggelar aksi solidaritas untuk Gaza. Aksi bertajuk “Garis Merah untuk Gaza” ini merupakan protes terhadap konflik yang berlangsung di Jalur Gaza, dengan massa mendesak pemerintah Belgia untuk memutus hubungan dengan Israel atas tuduhan genosida. Demonstrasi ini menjadi sorotan dunia, terutama setelah pernyataan Menteri Luar Negeri Belgia, Maxime Prevot, yang menyebut kredibilitas Uni Eropa “kolaps” karena kegagalan menangani krisis di Gaza.
Simbol Kartu Merah
Para demonstran, yang berkumpul di Stasiun Utara Brussel sebelum bergerak menuju Lapangan Jean Rey dekat institusi Uni Eropa, mengacungkan kartu merah sebagai simbol kecaman. Kartu merah ini melambangkan seruan agar politisi dan institusi yang dianggap mendukung atau memfasilitasi kejahatan perang terhadap Palestina menghentikan tindakan mereka. Menurut laporan kepolisian, jumlah peserta mencapai 70.000 orang, meskipun penyelenggara mengklaim angka yang lebih tinggi, sekitar 120.000 demonstran.
Tuntutan Demonstran
Aksi ini menyerukan embargo militer penuh terhadap Israel, termasuk penghentian perdagangan senjata, investasi, dan hubungan diplomatik yang dianggap berkontribusi pada pendudukan Palestina. Ludo De Brabander, salah satu penyelenggara, menegaskan bahwa meskipun pemerintah Belgia telah mengambil beberapa tindakan terhadap Israel pada 2 September 2025, langkah tersebut masih jauh dari memenuhi kewajiban internasional Belgia. Demonstran juga menuntut kebijakan yang lebih tegas untuk menghentikan keterlibatan dalam krisis kemanusiaan di Gaza.
Dukungan Luas dari Berbagai Kalangan
Demonstrasi ini diorganisir oleh kelompok solidaritas internasional dan didukung lebih dari 200 organisasi, termasuk serikat pekerja, kelompok Yahudi dan Palestina, gerakan pemuda, organisasi keagamaan, asosiasi budaya, dan lembaga amal. Bendera Palestina berkibar di tengah kerumunan, ditemani spanduk bertuliskan “Free Palestine” dan yel-yel menuntut keadilan. Samuele Toppi, seorang mahasiswa berusia 27 tahun, menekankan pentingnya Brussel sebagai pusat politik internasional, menjadikan aksi ini strategis untuk menyuarakan pesan global.
Konteks Konflik Gaza
Konflik Israel di Gaza telah memasuki hari ke-700 pada September 2025. Hingga 5 September 2025, lebih dari 64.000 warga Palestina dilaporkan tewas, dengan wilayah Gaza mengalami kehancuran parah dan ancaman kelaparan. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait operasi militernya di Gaza.
Langkah Belgia dan Uni Eropa
Menteri Luar Negeri Belgia, Maxime Prevot, mengumumkan bahwa Belgia akan mengakui Negara Palestina pada Sidang Umum PBB bulan September 2025, sebagai bagian dari inisiatif bersama Prancis dan Arab Saudi. Belgia juga telah menyiapkan 12 sanksi baru terhadap Israel, termasuk larangan penerbangan dan transit. Namun, demonstran menilai langkah-langkah ini masih belum memadai. Gregory Mauze, juru bicara Asosiasi Belgia-Palestina (ABP), menyatakan bahwa langkah internasional saat ini gagal menghentikan genosida yang sedang berlangsung di Gaza.
Aksi “Garis Merah” Jilid Dua
Demonstrasi ini merupakan kelanjutan dari aksi “Garis Merah” pertama yang digelar pada 15 Juli 2025, yang diikuti oleh sekitar 100.000 orang. Aksi ini mencerminkan meningkatnya kesadaran global terhadap krisis kemanusiaan di Gaza dan kekecewaan terhadap respons internasional yang dianggap lemah. Para demonstran, seperti Ismet Gumusboga, seorang petugas keamanan berusia 60 tahun, menyuarakan harapan akan terciptanya negara Palestina yang merdeka, di mana rakyatnya dapat hidup dengan damai seperti bangsa lain.
Aksi di Brussel ini tidak berdiri sendiri. Demonstrasi serupa juga digelar di Madrid pada hari yang sama, menunjukkan solidaritas global untuk Palestina. Dengan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan tekanan yang semakin kuat terhadap pemerintah Eropa, aksi ini memperkuat seruan untuk perubahan kebijakan yang lebih tegas dalam menangani konflik Israel-Palestina.
