sdkcards.com – Commuter Line, atau Kereta Rel Listrik (KRL), telah menjadi tulang punggung transportasi publik di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Dengan jumlah pengguna yang terus meningkat, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan dan PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan melalui berbagai program subsidi. Artikel ini membahas bagaimana subsidi pemerintah telah mendorong transformasi layanan Commuter Line, memperluas jangkauan, meningkatkan fasilitas, dan mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Peran Subsidi Pemerintah
Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, mengalokasikan dana melalui skema Public Service Obligation (PSO) untuk menjaga tarif KRL tetap terjangkau bagi masyarakat. Pada tahun 2021, realisasi subsidi PSO untuk KRL mencapai Rp2,14 triliun dari program senilai Rp1,99 triliun, meningkat dari Rp1,65 triliun pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, alokasi subsidi untuk PSO dan kereta api perintis mencapai Rp3,2 triliun, yang digunakan untuk melayani sekitar 250 juta pergerakan penumpang. Untuk tahun 2025, anggaran subsidi PSO direncanakan mencapai Rp4,8 triliun, yang mendukung peningkatan kualitas layanan KRL Jabodetabek dan kereta api kelas ekonomi lainnya.
Subsidi ini memungkinkan tarif KRL tetap rendah, seperti Rp3.000 untuk rute Rangkasbitung-Merak dan Rp4.000 untuk rute Purwakarta-Cikarang, sehingga dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Hal ini mendorong penggunaan transportasi publik, mengurangi kemacetan, dan menekan polusi udara di wilayah perkotaan.
Peningkatan Infrastruktur dan Layanan
Dana subsidi telah digunakan untuk berbagai proyek pengembangan infrastruktur dan peningkatan layanan Commuter Line, khususnya di lintas Rangkasbitung-Tanah Abang, yang dikenal sebagai Jalur Hijau. Beberapa inisiatif utama meliputi:
-
Perpanjangan Jalur dan Penambahan Perjalanan
Sebelum tahun 2013, layanan Commuter Line di Jalur Hijau hanya mencapai Stasiun Serpong. Namun, dengan dukungan pemerintah, layanan diperpanjang hingga Stasiun Maja pada April 2013 dan Stasiun Rangkasbitung pada 2017. Jumlah perjalanan harian meningkat dari 148 perjalanan pada 2015 menjadi 205 perjalanan saat ini, dengan total panjang lintas 145,538 km, menjadikannya lintas terpanjang Commuter Line. -
Modernisasi Infrastruktur
Pemerintah telah membangun jalur ganda (double track) dan mengganti sistem persinyalan manual dengan persinyalan elektrik untuk menjaga jarak antar kereta (headway) yang lebih efisien. Stasiun-stasiun seperti Manggarai, Bekasi, dan Jatinegara telah direvitalisasi dengan fasilitas modern, termasuk lift, eskalator, toilet disabilitas, ruang laktasi, dan peron yang lebih luas. -
Integrasi Antar Moda
Kolaborasi dengan pihak swasta dan pemerintah daerah telah menghasilkan integrasi antar moda, seperti akses ke TransJakarta dan angkutan perkotaan di stasiun Tanah Abang, Palmerah, dan Kebayoran. Pembangunan fasilitas seperti Tunnel Jurangmangu dan JPO Pondok Ranji juga memudahkan akses ke pusat perbelanjaan dan pemukiman. -
Pembangunan Stasiun Baru
Stasiun Jatake, yang berlokasi antara Stasiun Cicayur dan Parung Panjang, sedang dikembangkan untuk meningkatkan aksesibilitas. Selain itu, proyek Stasiun Baru Tanah Abang dirancang untuk meningkatkan kapasitas penumpang dari 100 ribu menjadi 300 ribu per hari.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Peningkatan layanan Commuter Line berdampak positif pada perekonomian masyarakat. Dengan akses yang lebih mudah ke pusat-pusat ekonomi seperti Pasar Tanah Abang dan Bintaro Jaya Xchange Mall, masyarakat dapat meningkatkan aktivitas perdagangan dan mobilitas. Pertumbuhan pemukiman di sekitar stasiun, seperti di wilayah Rangkasbitung, juga menunjukkan adanya perkembangan ekonomi yang signifikan. Volume pengguna Commuter Line Jabodetabek pada 2024 mencapai 328,15 juta orang, meningkat 13% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata 1,01 juta pengguna per hari.
Selain itu, fasilitas baru seperti water station di beberapa stasiun, Commuter Shelter Bike untuk parkir sepeda gratis, dan peningkatan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas serta ibu hamil mencerminkan komitmen untuk pelayanan yang inklusif. Program Green Commuter juga mendukung gaya hidup ramah lingkungan dengan mendorong penggunaan transportasi publik.
Tantangan dan Rencana ke Depan
Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, ada tantangan yang dihadapi, seperti wacana penerapan subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai 2025. Wacana ini menuai kritik karena dianggap dapat membatasi aksesibilitas transportasi publik bagi masyarakat kelas menengah dan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi, yang berpotensi memperparah kemacetan dan polusi.
Ke depan, KAI Commuter berencana untuk terus meningkatkan jumlah sarana KRL, dengan pengadaan 27 trainset baru (324 unit kereta) dari produsen seperti CRRC Qingdao Sifang dan PT INKA. Rekomposisi rangkaian kereta menjadi formasi 8 kereta (SF8) juga dilakukan untuk menjaga efisiensi dan kenyamanan penumpang.
Subsidi pemerintah telah menjadi katalis penting dalam transformasi layanan Commuter Line, memungkinkan perluasan jangkauan, modernisasi infrastruktur, dan peningkatan fasilitas yang inklusif. Dengan dukungan anggaran yang terus meningkat, KRL tidak hanya menjadi solusi transportasi yang terjangkau, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, kebijakan subsidi di masa depan perlu dirancang dengan cermat untuk memastikan transportasi publik tetap dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, sehingga tujuan pengurangan kemacetan dan polusi dapat tercapai secara berkelanjutan.