JAKARTA, sdkcards.com – Pembangunan bendungan hydropower terbesar di dunia oleh China di Sungai Yarlung Tsangpo, Tibet, telah memicu kekhawatiran serius di India dan Bangladesh. Proyek ambisius ini, yang dikenal sebagai Bendungan Motuo, berpotensi mengubah dinamika aliran air lintas batas dan memicu ketegangan geopolitik di kawasan Asia Selatan.
Latar Belakang Proyek Bendungan China
Pada Juli 2025, China memulai pembangunan bendungan hydropower di Medog County, Tibet, di bagian hilir Sungai Yarlung Tsangpo, yang juga dikenal sebagai Sungai Brahmaputra di India dan Sungai Jamuna di Bangladesh. Dengan biaya perkiraan 1,2 triliun yuan (sekitar $167 miliar), bendungan ini akan menjadi yang terbesar di dunia, melampaui Bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) dengan kapasitas menghasilkan tiga kali lipat energi, yaitu sekitar 300 miliar kilowatt-jam per tahun. Proyek ini terletak di “Great Bend,” sebuah ngarai terdalam di dunia, di mana sungai turun 2.000 meter dalam jarak 50 kilometer, memberikan potensi hydropower yang luar biasa.
China mengklaim bahwa bendungan ini akan mendukung tujuan netralitas karbon mereka pada 2060, mengurangi ketergantungan pada batu bara, dan mendorong pembangunan ekonomi di Tibet. Namun, kurangnya transparansi mengenai detail proyek, seperti dampak lingkungan dan jumlah penduduk yang akan direlokasi, telah memicu kecurigaan di India dan Bangladesh.
Kekhawatiran India dan Bangladesh
Sungai Yarlung Tsangpo adalah sumber air penting yang mengalir dari Tibet ke Arunachal Pradesh dan Assam di India, sebelum akhirnya mencapai Bangladesh. Sungai ini menopang kehidupan lebih dari 130 juta orang di India dan 160 juta orang di Bangladesh, mendukung pertanian, perikanan, dan kebutuhan air minum. India khawatir bahwa bendungan China dapat mengurangi aliran air hingga 85% selama musim kemarau, menyebabkan kekurangan air yang parah untuk irigasi dan industri, terutama di kota seperti Guwahati. Selain itu, bendungan ini berpotensi digunakan sebagai “bom air,” di mana pelepasan air secara tiba-tiba dapat menyebabkan banjir dahsyat di wilayah hilir.
Bangladesh juga menghadapi risiko besar, dengan 55% kebutuhan irigasinya bergantung pada Sungai Brahmaputra. Perubahan aliran air dapat mengganggu pertanian, mengurangi sedimentasi penting untuk Delta Brahmaputra-Ganges, dan meningkatkan intrusi air laut di wilayah pesisir. Selain itu, bendungan ini dapat mengganggu ekosistem perikanan, termasuk spesies penting seperti ikan Hilsa dan Mahseer, yang menjadi sumber penghidupan jutaan nelayan.
Risiko Lingkungan dan Seismik
Lokasi bendungan di wilayah Himalaya yang seismik aktif menambah kekhawatiran. Wilayah ini rawan gempa bumi, dengan gempa berkekuatan 7,1 pada Januari 2025 yang merusak beberapa bendungan kecil di Tibet. Risiko longsor, banjir akibat pecahnya danau glasial, dan kerusakan bendungan menjadi ancaman nyata. Studi juga menunjukkan bahwa proyek bendungan skala besar dapat mengganggu ekosistem rapuh, mengurangi aliran sedimen, dan memengaruhi keanekaragaman hayati di sungai.
Respons India: Bendungan Siang Upper Multipurpose
Sebagai respons, India mempercepat rencana pembangunan Bendungan Siang Upper Multipurpose di Sungai Siang, Arunachal Pradesh. Proyek ini, dengan kapasitas 11.000 megawatt dan kemampuan penyimpanan air 14 miliar meter kubik, dirancang untuk mengatur aliran air selama musim kemarau dan mencegah banjir akibat pelepasan air tiba-tiba dari bendungan China. Bendungan ini juga diharapkan dapat memperkuat klaim India atas hak air Sungai Brahmaputra dan mengurangi ketergantungan pada aliran air dari China.
Namun, proyek ini menghadapi tantangan. Masyarakat adat Adi di Arunachal Pradesh memprotes keras karena khawatir bendungan akan menenggelamkan desa-desa mereka, merusak situs suci, dan mengganggu mata pencaharian mereka sebagai petani. Protes telah berlangsung sejak 2017, dengan demonstrasi besar pada Desember 2024. Meski demikian, pemerintah India, di bawah arahan Perdana Menteri Narendra Modi, tetap berkomitmen untuk mempercepat proyek ini sebagai langkah strategis untuk menjaga keamanan air dan wilayah.
Implikasi Geopolitik
Proyek bendungan China dianggap sebagai bagian dari strategi geopolitik untuk memperkuat kontrol atas sumber daya air di Asia Selatan. Laporan dari Lowy Institute pada 2020 menyatakan bahwa kendali China atas sungai-sungai di Dataran Tinggi Tibet memberikan “cengkeraman” terhadap ekonomi India. Ketegangan di sepanjang perbatasan Himalaya, termasuk bentrokan berdarah di masa lalu, menambah kompleksitas isu ini. India dan Bangladesh telah mendesak China untuk berbagi data hidrologi dan memastikan bahwa kepentingan negara-negara hilir tidak dirugikan, namun China sering kali menolak tuduhan bahwa bendungan akan berdampak negatif.
Beberapa ahli, seperti Sayanangshu Modak dari Universitas Arizona, berpendapat bahwa dampak bendungan China mungkin tidak sebesar yang dikhawatirkan, karena sebagian besar aliran Sungai Brahmaputra berasal dari hujan monsun di India, bukan dari glasier Tibet. Namun, kurangnya transparansi dari Beijing dan potensi manipulasi aliran air tetap menjadi kekhawatiran besar.
Jalan ke Depan: Diplomasi Air
Untuk mengurangi risiko konflik air, para ahli menyarankan pembentukan perjanjian berbagi air yang mengikat secara hukum di bawah kerangka seperti Konvensi Air PBB 1997. India dan Bangladesh dapat membentuk koalisi untuk mendorong transparansi data hidrologi, penilaian lingkungan bersama, dan sistem peringatan dini untuk banjir. Tanpa kerja sama regional, proyek bendungan ini berpotensi memicu “perang air” yang dapat mengancam stabilitas Asia Selatan.
Pembangunan bendungan raksasa China di Sungai Yarlung Tsangpo telah memicu kekhawatiran besar di India dan Bangladesh, baik dari segi keamanan air maupun dampak lingkungan dan geopolitik. Respons India dengan Bendungan Siang Upper Multipurpose menunjukkan upaya untuk melindungi kepentingan nasional, namun tantangan lokal dan risiko seismik tetap menjadi hambatan. Diplomasi air yang kuat dan kerja sama lintas batas menjadi kunci untuk memastikan pengelolaan sumber daya air yang adil dan berkelanjutan di kawasan ini. Dengan ketegangan yang terus meningkat, masa depan Sungai Brahmaputra akan sangat bergantung pada kemampuan negara-negara di kawasan untuk menemukan solusi bersama.