JAKARTA, sdkcards.com – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini mengungkapkan kekhawatiran tentang potensi spionase yang dilakukan melalui tenaga kerja asing (TKA), pengungsi, dan wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Rapat Koordinasi Dukungan Manajemen Kemenimipas 2025 di Jakarta pada Senin, 4 Agustus 2025. Menurut Kapolri, peningkatan jumlah TKA dan wisatawan asing yang masuk ke Indonesia, di tengah ketidakpastian global, menimbulkan risiko keamanan nasional yang tidak bisa diabaikan.
Pernyataan Kapolri tentang Ancaman Spionase
Dalam pidatonya, Listyo Sigit menyoroti bahwa tidak semua TKA, pengungsi, atau wisatawan asing yang datang ke Indonesia memiliki motif murni. “Bahwa mereka tidak hanya masuk karena mengungsi atau masuk sebagai wisatawan. Namun di satu sisi mereka juga adalah spionase-spionase yang mungkin didorong oleh suatu negara untuk masuk ke Indonesia,” ujarnya. Ia menduga bahwa beberapa individu atau kelompok mungkin sengaja dikirim untuk mengumpulkan informasi sensitif tentang kondisi sosial, politik, atau ekonomi Indonesia, yang kemudian dapat digunakan untuk kepentingan negara asing.
Kapolri menekankan perlunya kewaspadaan ekstra terhadap lonjakan jumlah TKA dan wisatawan asing, terutama di tengah situasi geopolitik global yang tidak stabil. Ketidakpastian ini, menurutnya, menciptakan peluang bagi pihak asing untuk memanfaatkan situasi dengan menyusupkan agen spionase di bawah kedok pekerja atau turis.
Konteks Spionase di Indonesia
Spionase, atau aktivitas pemata-mataan untuk mengumpulkan informasi rahasia, bukanlah hal baru di Indonesia. Posisi strategis Indonesia secara geopolitik, ditambah dengan kekayaan sumber daya alamnya, menjadikan negara ini target menarik bagi badan intelijen asing. Sejarah mencatat beberapa kasus spionase yang menggemparkan, seperti penyadapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh intelijen Australia pada 2013, atau kasus Allen Lawrence Pope, seorang tentara bayaran CIA yang mendukung pemberontakan PRRI/Permesta pada 1950-an.
Pada 1982, jaringan intelijen Uni Soviet juga pernah beroperasi di Jakarta, ketika seorang perwira TNI membocorkan dokumen rahasia kepada agen Soviet yang menyamar sebagai karyawan Aeroflot. Kasus ini berujung pada penutupan operasi Aeroflot di Indonesia oleh pemerintah Orde Baru. Lebih baru, pada 2022, tiga warga negara asing di Nunukan ditahan karena diduga melakukan spionase dengan memotret markas militer secara sembunyi-sembunyi tanpa dokumen resmi.
Modus Spionase melalui TKA dan Wisatawan
Menurut Kapolri, TKA dan wisatawan asing dapat menjadi kedok bagi aktivitas spionase karena mereka memiliki akses yang relatif mudah ke berbagai wilayah di Indonesia. TKA, misalnya, sering bekerja di sektor strategis seperti pertambangan, energi, atau infrastruktur, yang memungkinkan mereka mengumpulkan data sensitif tentang aset nasional. Sementara itu, wisatawan asing dapat bergerak bebas di bawah kedok liburan untuk memetakan wilayah, mengamati aktivitas militer, atau bahkan membangun jaringan intelijen.
Kasus di Pulau Sebatik pada 2022 menunjukkan bagaimana warga asing memanfaatkan akses mereka untuk mengumpulkan data di perbatasan Indonesia-Malaysia, yang kemudian memicu pengawasan lebih ketat di “jalur tikus” perbatasan. Selain itu, kemajuan teknologi seperti perangkat pintar dan drone meningkatkan risiko spionase, karena alat-alat ini dapat digunakan untuk merekam atau mengirimkan informasi secara diam-diam.
Tantangan dan Risiko Keamanan
Ancaman spionase melalui TKA dan wisatawan menimbulkan sejumlah tantangan bagi keamanan nasional Indonesia:
-
Identifikasi Pelaku: Sulit membedakan antara TKA atau wisatawan yang sah dengan mereka yang memiliki motif tersembunyi, terutama tanpa sistem pengawasan yang ketat.
-
Pengawasan di Wilayah Terpencil: Banyak wilayah strategis Indonesia, seperti perbatasan atau daerah tambang, terletak di lokasi terpencil yang sulit dipantau.
-
Kerjasama Internasional: Ketegangan geopolitik global dapat mempersulit koordinasi dengan negara lain untuk mengidentifikasi potensi spionase.
-
Dampak Ekonomi: Pengawasan ketat terhadap TKA dan wisatawan berpotensi mengganggu sektor pariwisata dan investasi asing, yang penting bagi perekonomian Indonesia.
Langkah-Langkah Pencegahan
Untuk mengatasi ancaman spionase, Kapolri menyerukan peningkatan kewaspadaan di semua lini, baik dari aparat keamanan maupun masyarakat. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
-
Peningkatan Pengawasan Imigrasi: Memperketat verifikasi dokumen TKA dan wisatawan asing, termasuk memeriksa latar belakang dan tujuan kunjungan mereka.
-
Pemanfaatan Teknologi: Menggunakan sistem berbasis AI untuk mendeteksi pola aktivitas mencurigakan, seperti pergerakan tidak wajar di wilayah sensitif.
-
Koordinasi Antarinstansi: Memperkuat kerja sama antara Polri, TNI, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memantau potensi ancaman.
-
Peningkatan Kapasitas Intelijen: Melatih personel untuk mengenali tanda-tanda spionase, seperti pengambilan foto tanpa izin di area strategis.
-
Edukasi Masyarakat: Mengajak masyarakat, terutama di wilayah perbatasan, untuk melaporkan aktivitas mencurigakan melalui pos komando setempat.
Implikasi bagi Keamanan Nasional
Pernyataan Kapolri ini mencerminkan urgensi untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional di tengah dinamika global yang kompleks. Indonesia, sebagai negara dengan posisi strategis di Asia Tenggara, terus menjadi pusat perhatian berbagai pihak asing. Ancaman spionase tidak hanya berpotensi merusak keamanan, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan politik. Oleh karena itu, respons cepat dan terkoordinasi dari semua pemangku kepentingan menjadi kunci untuk melindungi kepentingan nasional.
Peringatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang potensi spionase melalui TKA, pengungsi, dan wisatawan asing menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap ancaman keamanan yang tidak konvensional. Dengan sejarah panjang kasus spionase di Indonesia, dari penyadapan hingga aktivitas intelijen di perbatasan, pemerintah perlu mengambil langkah proaktif untuk mencegah infiltrasi. Melalui pengawasan yang lebih ketat, pemanfaatan teknologi, dan kerja sama antarinstansi, Indonesia dapat memperkuat pertahanan terhadap ancaman spionase sambil tetap menjaga iklim investasi dan pariwisata yang kondusif. Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dalam menjaga keamanan lingkungan mereka, demi menjaga kedaulatan bangsa.